Kendari, Radarsultra.co – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Tenggara terus mengembangkan strategi edukasi keuangan yang khusus menyasar masyarakat di wilayah 3T (tertinggal, terluar, dan terdepan). Kepala OJK Sultra, Bismi Maulana Nugraha, menjelaskan bahwa tantangan di daerah 3T cukup kompleks, seperti akses yang sulit, kualitas sumber daya manusia yang beragam, serta keterbatasan infrastruktur.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah dalam menjangkau masyarakat di wilayah 3T yang sering kali sulit diakses karena kondisi geografis yang terpencil, kualitas SDM yang belum merata, serta keterbatasan infrastruktur. Untuk mengatasi tantangan tersebut, dilakukan pemetaan permasalahan secara spesifik di tiap daerah.
Langkah awal yang diambil adalah dengan melakukan scanning untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kemudian dilakukan proses pra-inkubasi, yaitu menyelaraskan kebutuhan masyarakat dengan materi edukasi yang akan diberikan. Contohnya, di beberapa daerah, edukasi difokuskan pada pengelolaan keuangan keluarga, pengenalan terhadap investasi ilegal, serta bahaya judi online.
“Kami melakukan pemetaan masalah yang ada dan menyesuaikan materi edukasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat,” ungkap Bismi saat diwawancarai di Kantornya, Rabu (28/5/2025).
“Misalnya, edukasi yang diberikan kepada ibu-ibu di daerah 3T difokuskan pada pengelolaan keuangan keluarga dan pengenalan terhadap risiko investasi ilegal serta judi online,” tambahnya.
Upaya edukasi tidak hanya dilakukan melalui kunjungan langsung ke lapangan, tetapi juga didukung oleh media sosial seperti Instagram dan YouTube, serta melalui pertemuan daring untuk menjangkau masyarakat yang tidak dapat diakses secara fisik. Dalam pelaksanaannya, OJK Sultra menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah, kecamatan, dan desa karena keterbatasan jumlah tenaga pelaksana dan luasnya cakupan wilayah.
Program edukasi keuangan telah berjalan sejak Januari 2025. Berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi peningkatan literasi keuangan secara nasional dari tahun sebelumnya, menjadi sekitar 66%. Sementara itu, inklusi keuangan meningkat lebih signifikan, dari 75% menjadi 80%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan produk dan layanan keuangan semakin meluas, namun belum sepenuhnya diiringi oleh peningkatan pemahaman terhadap produk tersebut.
“Dengan edukasi yang tepat, kami berharap masyarakat di daerah 3T tidak hanya menggunakan produk keuangan, tetapi juga memahami dan mengelolanya dengan baik sehingga inklusi dan literasi keuangan berjalan beriringan,” tutup Bismi Maulana Nugraha.






